Kamis, 13 November 2014

CERPEN - TODOKE (MERAIH)

Hari ini diawali dengan hari yang cerah, semua tanaman melambai-lambai menyambut cerahnya hari. Kunikmati setiap langkah yang kubuat di pinggiran jalan setapak. Suara burung berkicau dengan melodi indah di dalam kesunyian. Langit yang membentang luas membuat hatiku tertegun atas keindahan wajahnya yang biru cerah ditemani oleh awan yang putih bersih. Alangkah indahnya ciptaan-Mu. Aku seorang wanita biasa, wanita biasa yang ingin meraih cita-cita, sama seperti yang lain. Kepalaku diisi dengan cita-cita terindah yang pernah ada. Cita-citaku hanyalah ingin mendapatkan sebuah cinta dan senyuman yang nyaman di hati yang sunyi dan sepi ini. Inilah cerita cinta masa laluku. Bagiku cerita ini cukup menusuk hati.
“Suatu senyuman yang sangat nyaman untuk dilihat, dan hanya ditujukkan kepadaku”. Itulah yang kucari. Setelah bertahun-tahun, aku akhirnya menemukan sebuah harta karun yang sering disebut “cinta”. Cinta ini lain, cinta ini bersumber dari lelaku yang tersembunyi, tersembunyi dalam gelapnya kabut. Wajahnya yang menampilkan ketidaktertarikan pada dunia luar membuatnya tidak bisa mengeluarkan senyum. “Apakah aku sanggup? Apakah aku sangguh membuat dirinya tersenyum, akan tetapi kenyamanan senyumannya tertujunya hanya untukku seorang? Apakah aku sanggup?” Itulah yang selalu kuucapkan dalam hati yang tidak bisa orang lain dengar.
Pada akhirnya aku bisa berbicara dengannya walaupun sepatah dua patah kata. Usahaku akhirnya menimbulkan hasil, lalu suatu saat kami memutuskan untuk bertemu satu sama lain. Satu kalimat, dua kalimat, tiga kalimat, empat kalimat, lima kalimat, dan enam kalimat, yah hanya enam kalimat jika kuhitung kembali. Kami bercengkrama, hati ini terasa tentram, bagaikan pantai tak ada angin, begitu tenang, tak ada ombak yang mengganggu.
Suasana berubah menjadi serius. Jantung ini terasa ingin keluar dari tempatnya. Entah kenapa. Suatu kalimat yang aku tunggu-tunggu, senyuman yang aku tunggu-tunggu, dan ‘ucapan’ yang membuatku bahagia sedang kutunggu akan diucapkan dirinya.
“Sudikah engkau….” Ucapnya, hatiku berdebar sangat kencang.
“Sudikah engkau jika…” Ucapnya terbata-bata. Hatiku berdebar kencang sekali.
“Sudikah engkau jika memperkenalkanku pada temanmu, aku ingin melamarnya.” Ucapnya dengan lantang. Tiba-tiba Hatiku terasa sakit. Sakit sekali. Sakit sekali.
Kurasa senyuman yang aku inginkan tak mungkin ada, jika ada, aku tidak bisa meraihnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar