Kamis, 13 November 2014

CERPEN - PENANTIAN TANPA UJUNG

Malam ini aku merasa kesepian. Aku menginginkan sesuatu yang entah ada ujungnya atau tidak. Sudah bertahun-tahun aku merasakan hal seperti ini, kosong dan sendirian.
Namaku Dhelia, umur 20 tahun, seorang mahasiswi kedokteran di salah satu universitas negeri di pulau Jawa. Mungkin aku termasuk orang yang telat merasakan cinta karena usiaku yang sudah remaja akhir baru bisa merasakan sepinya tanpa orang yang disebut kekasih. Yah, aku baru merasakan sakitnya dan sedihnya hati bila tidak ada orang yang sangat dekat sebagai sandaran hati disaat kesepian dan sendirian.
Hari-hariku di Fakultas Kedokteran atau disingkat FK benar-benar menguras energi dan banyak menghabiskan waktu untuk belajar hingga saat libur tiba terasa sepi dan kosong karena tak sesibuk biasanya. Aku merindukan seseorang yang seperti dia, lelaki yang dulu sempat mengisi masa-masa kecilku. Meski bukan teman main yang akrab tapi sekarang aku mengaguminya. Dia adalah seorang polisi dan bukan dari keluarga berduit sama sepertiku. Yah, mungkin bisa dibilang ada sedikit alasan kenapa aku berusaha masuk ke FK meski aku sadar peluangku kecil karena aku hanya bisa mengandalkan SNMPTN saja dan tentunya beasiswa, hehe. Alhamdulillah aku keterima dan berhasil mendapatkan beasiswa itu sehingga aku tidak perlu membayar uang kuliah. Kabar keterimanya diriku menggegerkan hampir seluruh warga desaku. Mereka tak percaya bila aku bisa masuk ke fakultas yang di dalam pikiran mereka hanya bisa dimasuki oleh orang-orang berduit dan pintar saja. Maklum, orangtuaku bukanlah seorang guru atau pegawai pemerintahan dan bukan orang berduit jadi aku tidak heran mereka bersikap seolah tidak percaya dengan kemampuanku. Tapi kenyataannya aku bisa membuktikannya dan benar-benar menjadi mahasiswa FK. Aku merasa seperti artis waktu itu karena banyak yang membicarakan dan mengagumiku, hehe. Kabar itu ternyata juga sampai di telinganya. Itu membuatku tak percaya tapi entah kenapa itu juga membuatku bertambah senang sekali. Saat itu dia memang sedang pendidikan kepolisian dan tidak di rumah. Aku senang saat dia membicarakan keberhasilanku di depan orangtuaku.
Aku menjadi teringat saat sebelum SNMPTN berlangsung dia sempat datang ke rumahku dan bilang “Kamu kok belajar terus, apa gak bosan? Lagipula ujian juga sudah selesai kan” katanya. Tapi aku diam dan hanya senyum saja karena aku cukup malu untuk berbicara dengannya. Mungkin dia tidak tahu kalau aku akan mengikuti ujian Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Tapi tak apa karena entah kenapa justru itu yang membuatku menjadi semangat untuk belajar. Yup, Laki-laki itu adalah orang yang diam-diam aku kagumi. Usia kami hanya terpaut tiga tahun dan jarak rumah kami juga sangat dekat yaitu depan rumahku sendiri. Aku mulai menyadarinya saat dia mengenakan seragam polisi dan berangkat ke pemusatan pendidikannya yang aku tak tahu itu dimana. Semenjak itu aku terus berpikir apa yang bisa aku lakukan untuk mendapatkan perhatiannya. Akhirnya, aku putuskan untuk belajar giat dan menjadi orang besar suatu saat nanti. Dan terbukti, aku mendapatkannya meski hanya sedikit.
Waktu kecil kami pernah bermain bersama meski tidak berdua saja. Masih dalam ingatanku, waktu itu kami dan teman-teman masa kecilku bermain vampir-vampiran (satu orang dihipnotis jadi vampir, 1 orang jadi penghipnotis, dan yang lain memperhatikan dengan tenang agar proses hipnotis sukses). Yang jadi tukang hipnotis adalah dia. Aku tak habis fikir bagaimana dia bisa membuat temanku menjadi vampir dengan kata-kata yang waktu itu hanya dianggap mainan tapi sekarang aku menyadari kalau itu adalah suatu proses hipnotis karena membuat seseorang bermain dengam alam bawah sadarnya sendiri.
Temanku yang sudah menjadi vampir benar-benar membuat kami semua lari ketakutan dan kami berusaha untuk menghindarinya. Saat disadarkan kembali, dia (temanku-red) mengaku tidak tahu dan tidak ingat bila saat menjadi vampir dia menyerang adiknya sendiri dan menyakitinya. Kejadian itu masih aku ingat sekarang.
Selain itu, ada yang aku ingat kisahku yang ada sosok dirinya. Masa kecilku memang penuh cerita. Kebetulan kami tinggal di desa dan desa kami belum cukup tentram waktu itu karena perselisihan pemilihan lurah dengan desa sebelah. Desa sebelah tak terima calon lurah yang didukungnya kalah dan menganggap kami sebagai biang kekalahan karena kebetulan lurah yang menang adalah pilihan desa kami. Bisa dibilang ini perang saudara (hehe, lebay banget ya). Tapi memang benar ini terjadi. Kami semua sempat ketakutan, bahkan malamnya mereka menyerang desa kami. Tak tanggung-tanggung senjata tajam pun jadi alat perlindungan maupun penyerangan. Aku dan keluargaku berlindung di rumah dan ayahku ikut bersama dengan bapak-bapak yang lain memukul mundur warga sebelah yang mulai beringas.
Dalam ketakutanku itu, ternyata dia ada di dekatku. Kami tidur bersama karena katanya keluarganya entah dimana sehingga dia memutuskan untuk berlindung di rumahku. Eits… jangan salah sangka dulu, waktu itu aku masih sangat kecil untuk merasakan cinta, aku baru masuk TK atau SD, pokoknya masih sangat kecil dan dia sudah SD. Aku benar-benar merindukan untuk melihat wajahnya dari dekat seperti waktu itu. Tapi, aku rasa itu tidak akan terjadi karena sekarang setiap aku melihatnya aku selalu berusaha untuk menghindar. Aku tidak berani untuk berbicara dengannya. Sempat diajak bicara tapi aku menjawab sekenanya dan bersikap sok biasa saja padahal aku menginginkannya.
Iya, memang benar aku mulai jatuh cinta. Jatuh cinta dengan lelaki yang aku sendiri tak tahu apakah dia merasakan hal yang sama padaku. Semoga perasaan yang aku pendam dan harapkan balasan darinya menjadi sesuatu yang membahagiakanku suatu saat nanti. Aku masih menantinya sampai sekarang…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar